Sejarah Panjang Kebun Binatang Ragunan, Kebun Binatang pertama di Indonesia


TAMAN Margasatwa Ragunan memiliki riwayat yang sangat panjang. Kebun binatang pertama di Indonesia ini usianya mencapai 150 tahun. Dengan ratusan jenis koleksi satwa, Taman Margasatwa Ragunan tak hanya menjadi pilihan wisata murah dan edukatif bagi warga, tetapi juga menjadi pusat penelitian dan pelestarian satwa.

Taman Margasatwa Ragunan (TMR) terletak di Jalan Harsono RM 1 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kebun binatang yang didirikan pada 19 September 1864 itu hampir tak pernah sepi pengunjung, terlebih pada akhir pekan atau hari libur nasional. Sepanjang 2014, tercatat 4,3 juta pengunjung datang ke TMR. Mereka berasal dari seluruh daerah di Tanah Air.

Pasangan Amdani (60) dan Yuani (58), dengan menggunakan bus Transjakarta dari dekat rumah mereka di Pisangan Timur, Jakarta Timur, berkunjung ke TMR, Sabtu (21/3/2015) lalu.

Bagi Amdani, TMR merupakan tempat wisata yang mudah dijangkau, relatif murah, dan menarik karena keberagaman flora dan fauna. ”Jalan-jalan di kebun binatang menyenangkan dan bisa menghilangkan stres,” kata karyawan pabrik itu.

Istrinya, Yuani, menuturkan, di TMR dia bisa melihat langsung macan, jerapah, gajah, zebra, dan banyak hewan menarik lainnya. ”Jadi, tidak hanya menonton di televisi. Di sini, kami melihat dan mendengar suara satwa,” kata ibu satu anak itu.

Ayu (27), warga Cilandak, Jakarta Selatan, mengunjungi TMR bersama suami dan dua anaknya. ”Saya sengaja mengajak anak-anak melihat satwa agar belajar menyayangi makhluk hidup,” katanya.

Inspirasi Raden Saleh

TMR awalnya bernama Planten en Dierentuin (Tanaman dan Kebun Binatang). Kebun binatang itu pada mulanya didirikan di atas lahan seluas 10 hektar milik pelukis ternama, Raden Saleh, di Jalan Cikini Raya Nomor 73, Jakarta Pusat.

Pelaksana Petisi Raden Saleh 2005 dan 2015, Dayan D Layuk Allo, menuturkan, ide pendirian itu diperoleh Raden Saleh sewaktu menempuh pendidikan di London, Inggris. ”Raden Saleh cinta pada hewan dan tumbuhan. Dia tak hanya memelihara dan merawat (binatang), tetapi juga meneliti. Mereka sumber inspirasinya saat melukis,” katanya.

KOMPAS/RADITYA HELABUMITaman Margasatwa Ragunan
Saat itu, kebun binatang dikelola Perhimpunan Penyayang Flora dan Fauna Batavia (Culturule Vereniging Planten en Dierentuin at Batavia). Tahun 1949, namanya menjadi Kebun Binatang Cikini. Seiring perkembangan Kota Jakarta, Cikini tak cocok lagi menjadi lokasi kebun binatang. Disiapkanlah lahan seluas 30 hektar di daerah Ragunan sebagai lokasi baru.

Pada tahun 1964, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memindahkan satwa koleksi Kebun Binatang Cikini ke Ragunan. Pemindahan itu dipimpin dokter hewan THEW Umboh. Taman Margasatwa Ragunan diresmikan pada 22 Desember 1966 oleh Gubernur DKI Jakarta waktu itu Ali Sadikin.

Kepala Hubungan Masyarakat TMR Wahyudi Bambang mengatakan, tak ada data pasti berapa jumlah satwa yang dipindahkan saat itu. ”Diperkirakan sekitar 500 ekor,” katanya.

Saat ini, TMR berada di atas lahan seluas 174 hektar. Beragam jenis hewan ada di dalam kandang yang dikelompokkan sesuai jenis dan habitat.

TMR memiliki fungsi konservasi, edukasi, penelitian, rekreasi alam, dan daerah resapan air. Selain kaya akan keanekaragaman satwa, kebun binatang ini juga memiliki lima danau buatan dan hutan alami untuk mencegah banjir dan jadi paru-paru kota.

Kesejahteraan satwa

Untuk memastikan kesejahteraan satwa, TMR menerapkan libur satwa setiap hari Senin. ”Ini membuat mereka senang, terbebas dari stres dan rasa takut,” kata Bambang.

Namun, menurut pemimpin komunitas perlindungan satwa Animal Defenders Doni Herdaru Tona, seperti dikutip Kompas, 22 September 2014, selama ini kesadaran masyarakat untuk melindungi satwa masih rendah. ”Pengunjung masih sering memberikan makanan yang tak sesuai kebutuhan satwa. Misalnya, kucing besar diberi cokelat, padahal makanan itu bisa mengganggu jantung hewan tersebut,” ujar Doni.

Doni meminta pengelola TMR terus meningkatkan pemahaman ke masyarakat untuk melindungi satwa. Hal ini sesuai fungsi utama kebun binatang sebagai sarana edukasi masyarakat dan perlindungan satwa.

KOMPAS/HELMI KODHJATAnggota DPR dari Komisi V, Jumat (7/12/1973), meninjau Taman Margasatwa Ragunan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Rombongan anggota Dewan tersebut sedang menonton orangutan, salah satu binatang khas Indonesia, yang telah menjadi salah satu ikon TMR pada masa itu.
Permintaan Doni menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi pengelola TMR. Apalagi, tahun ini usia TMR menginjak 150 tahun dan diproyeksikan menjadi kebun binatang modern berkelas internasional.

Kepala TMR Marsawitri Gumay mengatakan, rencana pengembangan tengah disusun untuk menjadikan kebun binatang itu tempat pelestarian satwa endemis asli Indonesia.

Menurut Bambang, kebun binatang modern harus menerapkan konsep kandang terbuka yang dibuat menyerupai habitat asli satwa. Penentuan zonasi kandang, seperti zona Afrika, Asia, peralihan, karnivor, dan herbivor, juga diperlukan.

Untuk mendukung pembangunan TMR, kini berbagai perubahan mulai dilakukan, misalnya, dengan penerapan sistem tiket elektronik. Perubahan itu untuk menghemat kertas, efisiensi pekerja, dan transparansi anggaran.

TMR terus berkembang menyesuaikan zaman, mewarnai perjalanan kota ini.... (Denty Piawai Nastitie)

Artikel Terkait

1 komentar so far


EmoticonEmoticon